Langsung ke konten utama

FANFIC SECOND oneshot




SECOND

cast: Kang Jiyoung | Oh Sehun | Choi Sulli
genre: romance, school story,
lenght: oneshot
author: YRP

Saya membuat fanfic ini dari imajinasi saya sendiri. Mohon menulis di kolom komentar. ^_^
Khamsa hamnida....



                

 Langit sudah gelap, namun itu tak membuat Jiyoung beranjak dari tempatnya untuk kembali ke rumah. Pikirannya terus mengulang rekaman kenangannya bersama Sehun, laki-laki yang sudah berada di tempat berbeda dengannya.
                Rintik hujan mulai turun, memberi aroma tanah yang membuat hati Jiyoung makin teriris. Dia begitu ingat bagaimana Sehun selalu mengkhawatirkannya ketika dia kehujanan, bagaimana cara Sehun memarahinya, segala sesuatu yang dilakukan Sehun padanya membuatnya ingin menangis.
                ‘Mulai sekarang kau harus bisa menjaga dirimu sendiri. Aku tak bisa selalu berada disisimu untuk menjagamu, dan aku menyesali itu.’
                Jiyoung begitu ingat bagaimana ekspresi Sehun ketika dia mengucapkan kalimat itu. Jiyoung kembali melihat foto yang sedari tadi dipegangnya, untuk kesekian kalinya Jiyoung meneteskan airmata. “Sehun, eodiseo..” ucapnya lirih.
                “Jiyoung-ah!” seseorang memanggilnya, membuat Jiyoung makin menguatkan tangisnya. Sulli, sahabatnya selalu tau dimana Jiyoung menghabiskan waktunya setelah kepergian Sehun. Sulli memeluk Jiyoung, mencoba merasakan sakit Jiyoung, hingga dia juga larut dalam tangis kesedihan Jiyoung. Sulli bisa merasakan betapa sakitnya itu.
                “Sehun, kau tau dimana dia kan?” Jiyoung berkata dalam tangisnya, membuat Sulli makin mengeratkan pelukannya.
                “Sudahlah Jiyoung. Kau harus merelakannya.” Kata Sulli, dia benar-benar tak mengerti harus bagaimana lagi.
                “Aku sudah merelakannya, tapi kenapa dia selalu muncul dipikiranku. Bantu aku Sulli..” Jiyoung masih terus menangis. Rumah tua itu seakan menjadi saksi rasa sakit Jiyoung, rumah tua itu pula yang menjadi saksi kebahagiaan Jiyoung ketika Sehun masih ada.
                “Aku akan mengantarmu pulang.” Sulli mencoba membantu Jiyoung untuk bangkit dari posisi duduknya. Jiyoung melihat ruang tengah rumah tua itu, kemudian dia mengikuti ajakan Sulli untuk pulang.

***

                Jiyoung berjalan menyusuri koridor universitasnya. Dia masuk pada salah satu kelas kosong, menunggu Sulli seperti biasanya. Jiyoung berkeliling ruang itu, ketika sampai pada bagian belakang, betapa kagetnya Jiyoung melihat seorang pria sedang tidur di lantai. Jiyoung memekik dan bisa mengendalikan dirinya untuk tidak berteriak.
                Siapa pria ini? Kenapa dia tidur disini?
                Batin Jiyoung seraya mendekati pria itu. Wajahnya tertutup lengannya sehingga Jiyoung tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu. Namun sesuatu dalam hatinya ingin mengenal pria ini lebih dalam.
                “Jiyoung , apa kau disini?” Sulli masuk kelas itu dan Jiyoung tau dia takkan melihatnya karena Jiyoung sedang jongkok untuk melihat wajah pria itu lebih jelas. Jiyoung bangkit dan membuat Sulli berteriak karena kaget.
                “Arrgghh!!!”
                “Sssttt!” Jiyoung meletakkan jari telunjuk pada bibirnya, namun percuma pria itu sudah bangkit dari tidur siangnya krena teriakan Sulli. “Kau membuatnya bangun.”
                “Apa? Siapa?” tanya Sulli heran, dan beberapa detik berikutnya Sulli membelalakan matanya. Jiyoung yang menyadari itu langsung menoleh ke belakang untuk mengetahui apa yang terjadi. Dan betapa kagetnya Jiyoung melihat Sehun sedang berdiri di sana.
                “Sehun-ah...” ucap Jiyoung dan langsung memeluknya.
                “Ya! Apa yang kau lakukan?” pria itu mencoba melepas diri dari pelukan Jiyoung.
                “Sehun?” otak Jiyoung mulai bekerja, bagaimana mungkin Sehun ada di depannya. Oh Sehun kekasihnya sudah meninggal.
                “Ya aku Sehun.” Jawab pria itu seraya mengambil tasnya yang tergeletak di lantai dan segera meninggalkan Jiyoung yang masih berdiri disana.
                “Jiyoung-ah, ayo kita pulang.” Ajak Sulli dan berhasil membuat Jiyoung kembali tersadar.
                “Aku tidak sedang bermimpikan? Yang baru saja berdiri disini Sehun kan?” tanya Jiyoung masih melihat bekas dimana Sehun berdiri.
                “Apa maksudmu?” Sulli mengerutkan keningnnya.
                “Kau melihatnya kan? Kau melihat Sehun disini, Sulli yang tadi benar-benar Sehun.” Kata Jiyoung mencoba membuat Sulli mengerti apa maksud perkataannya.
                “Jiyoung, apa kau mulai berimajinasi?” tanya Sulli ragu, takut sahabatnya akan tersinggung akan argumennya.
                “Aku tidak gila, Sulli.”

***

                Sejak kejadian siang itu diamana dia bertemu dengan Sehun di salah satu ruang kelas universitasnya, Jiyoung makin rajin untuk berkunjung ke ruang itu. Tapi tak pernah dia melihat Sehun lagi, Jiyoung tetap yakin bahwa dia benar-benar melihat Sehun. Dan seharusnya Sulli juga melihatnya, namun kenyataan Sulli mengatakan bahwa Jiyoung sudah mulai berimajinasi karena kepergian Sehun, kekasihnya.
                “Aku benar-benar melihatmu Sehun, ayo muncullah sekali lagi. Aku mohon.”kata Jiyoung tidak pada siapapun. Dia berharap Sehun mendengarnya, meskipun dalam kenyataan kelas itu kosong. Tidak ada manusia lain selain dirinya sendiri.
                “Aku akan menunggumu Sehun.” Jiyoung bangkit dari duduknya dan mulai berjalan keluar kelas. Dia bisa menemukan Sulli di pintu, dia melihat pandangan nanar Sulli.
                “Jiyoung, maukah kau ikut aku ke dokter?” Sulli menahan tangisnya melihat keadaan sahabatnya.
                “Apa kau sakit?” tanya Jiyoung khawatir.
                “Kau yang harus dikhawatirkan. Sadarlah, Sehun sudah pergi.” Sulli mencoba membuat Jiyoung sadar.
                “Aku sudah mengatakannya padamu, yang kulihat siang itu benar-benar Sehun. Dia sedang tidur di kelas ini waktu aku masuk, dan teriakanmu membuatnya terbangun. Aku juga sempat mengobrol dengannya. Kau pasti melihatnya Sulli.” Jiyoung terlihat sedikit marah.
                “Aku tau kau sangat mencintai Sehun.” Sulli memeluk Jiyoung mencoba memberi gadis itu kekuatan. Jiyoung melepasnya.
                “Akan aku buktikan bahwa Sehun benar-benar nyata.” Jiyoung berlari menjauhi Sulli. Jiyoung sudah mulai ragu akan kewarasannya sendiri. Benarkah yang dikatakan Sulli? Apa dia mulai berimajinasi tentang Sehun?

***

                Hari sudah sore ketika Jiyoung masih bertahan di ruang kelas itu. Jiyoung menolak ajakan Sulli untuk pulang. Dia lebih memilih untuk menunggu Sehun disana. Ini sudah menjadi kebiasaan rutin Jiyoung. Biasanya Sulli akan ikut menemani, tapi Jiyoung tau tugas Sulli sangat banyak hingga dia tak bisa menemaninya sekarang.
                Walaupun Sulli tetap berkata bahwa ada sesuatu yang salah dengan diri Jiyoung, Sulli tetap menemani Jiyoung menanti Sehun di kelas itu. Dan ini untuk pertama kalinya dia menunggu sendiri.
                Brak!!!
                Terdengar pintu dibuka dengan kasar. Jiyoung menoleh untuk melihat siapa yang datang. Jiyoung tersenyum melihat Sehun berdiri disana.
                “Sehun-ah, akhirnya kau datang!” Jiyoung menghampiri Sehun.
                “Sebenarnya siapa kau?” tanya Sehun dan membuat Jiyoung mengerutkan keningnya.
                “Aku Kang Jiyoung, kau sudah lupa denganku?” Jiyoung mencoba membaca ekspresi Sehun yang benar-benar tidak tau.
                “Bagaimana kau tau namaku?” tanya Sehun lagi, ada sesuatu yang berbeda dari Sehun, Sehun yang sekarang terlihat lebih dingin.
                “Karena aku mengenalmu. Kita sangat dekat.” Jawab Jiyoung.
                “Aku tak mengerti, bahkan aku tak mengenalmu. Dan aku makin heran ketika kau selalu menungguku disini bersama temanmu itu.” Sehun mencoba mencari sosok Sulli yang tidak ia temukan.
                “Jadi sebenarnya selama ini kau datang kesini?”
                “Tentu saja, aku selalu kesini sebelum kau dan temanmu selalu berada disini.”  Kata Sehun dingin. Jiyoung memeluknya dan membuat Sehun makin heran dengan gadis ini.
                “Aku merindukanmu Oh Sehun!” kata Jiyoung, airmata mulai keluar.
                “Bahkan kau tau margaku.” Sehun tidak menolak pelukan Jiyoung, tapi kemudian dia melepasnya perlahan.
                “Kang Jiyoung, maaf jika ini membuatmu tersinggung. Aku memang Oh Sehun, tapi kenapa aku tak bisa mengenalmu. Aku merasa kita tak saling kenal.” Kata Sehun seraya menatap Jiyoung.
                “Apa kau benar-benar tak ingat padaku?”
                “Apa kau benar-benar mengenalku?” Sehun balik bertanya. Kemudian Jiyoung mengeluarkan dompetnya, memperlihatkan sebuah foto ketika Jiyoung dan Sehun sedang bersama.
                “Aiisshhh, ini benar-benar aku.” Runtuk Sehun melihat foto itu. “Tapi apapun yang kau pikirkan, aku bukan Sehun yang ada difotomu.”
                “Apa kau bisa menjadi Sehun yang ada difoto ini?” tanya Jiyoung. Sehun menatapnya ragu, dia menoca berpikir keras.
                “Apa Sehun difoto itu kekasihmu?” tanya Sehun yang hanya di jawab anggukan oleh Jiyoung. ”Jadi maksudmu aku harus menjadi kekasihmu?” tanya Sehun lebih tinggi, Jiyoung hanya diam.
                Sehun menatap Jiyoung yang hanya diam, Jiyoung merasa bingung dengan pikiran dan perasaannya. Dia tau orang yang di depannya itu bukan Sehunnya, tapi dia ingin dia bisa menggantikan Sehun. Mereka memiliki wajah dan nama yang sama, membuat Jiyoung makin bingung dengan itu. Dan sekali lagi, dia mulai ragu akan kewarasannya.
                “Apa ini nyata?” tanya Jiyoung menatap Sehun yang lebih tinggi darinya.
                “Aku juga ragu. Tapi, anggaplah aku sebagai Sehunmu, jika itu bisa membuatmu lebih baik.” Kata Sehun, kemudian dia pergi meninggalkan Jiyoung sendiri disana.

***

                “Jiyoung, ini sudah kelewatan. Kita harus ke dokter, kau tak boleh menolaknya kali ini.” Sulli mempertegas badanya setelah mendengar cerita Jiyoung tentang Sehun.
                “Tapi kemarin benar-benar nyata Sulli, aku bisa menyentuhnya, aku berbicara denganya. Dia nyata, mungkin dia memang bukan Sehunku, tapi dia bersedia menjadi Sehunku.” Jiyoung masih bersikeras tentang apa yang dia rasakan.
                “Aku tak bisa membiarkan ini. Kau harus ke dokter. Aku ada kelas, setelah kelasku selesai, aku akan mengantarmu kedokter.” Sulli meninggalkan Jiyoung untuk pergi ke kelasnya. Keraguan Jiyoung tentang kewarasannya mulai meningkat lagi.
                Jiyoung memutuskan untuk pergi ke kelas yang selalu kosong itu seperti biasa, dan Jiyoung baru menyadari bahwa ruangan itu sudah tak dipakai lagi. Jiyoung mendorong pintu itu setengah terbuka, membiarkan tubuhnya masuk kemudian menutup pintunya lagi.
                “Kau sudah datang.” Sehun yang duduk di salah satu bangku berhasil membuat Jiyoung terkejut, senyumnya mengembang.
                “Oh Sehun, apa yang kau lakukan disini?” tanya Jiyoung seraya menghampirinya.
                “Menunggumu, apa lagi?” Sehun menarik Jiyoung untuk duduk di sebelahnya.
                “Lalu, apa yang akan kita lakukan?”
                “Menghilangkan kerinduanmu pada kekasihmu itu.” Sehun tetap berbicara seperti biasa, terkesan dingin dan cuek. Tapi yang Jiyoung pikir, jika dia benar-benar tak peduli, untuk apa dia mau memenuhi permintaan Jiyoung?
                “Kau berbeda dengannya.” Jawab Jiyoung singkat.
                “Jelas, kami kami memang dua orang yang berbeda.” Sehun menatap Jiyoung sekilas dan kembali menebar senyum dinginnya.
                “Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Apa kau bisa menjelaskan padaku bagaimana semua ini terjadi?”
                “Aku tak bisa menjelaskan padamu, karena aku juga tak mengerti dengan semua ini.”
                “Kenapa kau mau menjadi Sehunku?”
                “Aku hanya kasihan padamu.”
                “Apa kau selalu sedingin ini? Sehunku orang yang hangat.”
                “Apa kau ingin aku berubah menjadi hangat?”
                “Karena aku ingin kau menjadi Sehunku, tentu itu yang harus kau lakukan.”
                “Apa kau benar-benar berpikir aku akan membantumu?”
                “Karena jika memang kau tak mau membantu, kau tak akan menungguku.”
                “Itu hanya karena kasihan.” Sunyi, keduanya berhenti berbincang dan diam dalam pikiran masing-masing. Selama tiga puluh menit penuh keduanya terdiam, Jiyoung menikmati waktunya bersama Sehun. Dia benar-benar ingin Sehunnya kembali, dan Sehun yang duduk di sampingnya ini sedikit membantu.
                “Oh Sehun..” panggil Jiyoung.
                “Ne?” jawab Sehun menoleh pada Jiyoung.
                “Apa kau nyata?”
                “Bagaimana menurutmu?”
                “Aku ragu dengan itu.”
                “Jiyoung-ah! Dengan siapa kau bicara?” Sulli sudah berada di pintu, membuat Jiyoung tersenyum. Setidaknya saat ini Sulli melihatnya ketika bersama Sehun, Sulli mungkin akan percaya jika Sehun itu nyata.
                “Kau lihat kan? Aku bersama Sehun, lihatlah dia nyata.” Kata Jiyoung seraya menarik lengan Sehun.
                “Apa yang kau bicarakan?”  Sulli terlihat takut dengan keadaan Jiyoung.
                “Dia, Oh Sehun. Kau lihat kan, dia duduk di sebelahku.”
                “Jiyoung, kau sendiri. Dan aku baru saja melihatmu berbicara pada udara.” Kata Sulli membuat Jiyoung makin bingung. Jiyoung mentap Sehun yang hanya diam dengan tatapan dinginnya.
                “Apa kau tak bisa membantuku?” tanya Jiyoung pada Sehun yang hanya diam saja.
                “Pergilah.” Kata Sehun singkat.
                “Jiyoung, ayo kita harus cepat ke dokter.” Sulli mengajak Jiyoung. Jiyoung menoleh ke Sehun, Sehun benar-benar disana. Tapi kenapa Sulli tak bisa melihatnya?

***

                “Sejak kapan itu terjadi?” tanya dokter pada Jiyoung. Di ruangan itu hanya ada dokter dan Jiyoung, sedangkan Sulli menunggunya di luar.
                “Sekitar satu bulan yang lalu. Tapi asal kau tau, itu semua begitu nyata. Aku bisa menyentuhnya. Aku yakin itu bukan bagian dari imajinasiku.” Jelas Jiyoung mencoba meyakinkan.
                “Kau begitu mencintai kekasihmu yang sudah meninggal itu?”
                “Aku sangat mencintainya.”
                “Apa kau sudah merelakan kepergiannya?”
                “Aku mencobanya, tapi aku benar-benar tak bisa melupakannya.”
                “Dan sekarang kau sudah mulai tertarik dengan Sehun yang kau temui di ruang kelas?” Jiyoung menjawabnya dengan anggukan.
                “Apa yang terjadi denganku?” Jiyoung tampak putus asa dengan apa yang terjadi dengannya.
                “Mulailah merelakan Oh Sehunmu. Sebaiknya kau kembali bergabung dengan teman-temanmu. Pergi belanja ke salon dan sebagainya. Kembalilah menjadi dirimu yang dulu, sebelum kekasihmu pergi.”
                “Jika aku tak bisa melakukannya?”
                “Kau belum mencobanya.”

***

                Esoknya, Jiyoung mendapat kelas malam sehingga dia tidak pulang bersama Sulli. Hari sudah gelap ketika Jiyoung lagi-lagi pergi ke ruang kelas yang sudah tidak terpakai itu, berharap bisa bertemu Sehun disana. Dan benar saja, dia duduk disana, di tempat biasa.
                “Sehun, kau menungguku?” Sehun mengangguk, senyum dinginnya hilang.
                “Biar aku mengantarmu pulang.” Sehun menggantung tasnya pada pundak kanannya. Tangannya meraih tangan Jiyoung yang bebas.
                “Sehun, kenapa tanganmu begitu dingin?” Jiyoung merasakan dingin dari tangan itu, berbeda dengan Sehunnya yang selalu hangat.
                “Itu artinya aku kedinginan.” Jawab Sehun enteng.
                “Sehun, sebenarnya kau apa?” pertanyaan Jiyoung membuat Sehun menghentikan langkahnya.
                “Apa maksudmu?”
                “Katakan padaku bahwa kau nyata!”
                “Ya, aku nyata Kang Jiyoung. Lihat aku bisa memegang tanganmu.” Sehun mengangkat tangannya yang menggenggam tangan Jiyoung.
                “Yah...” jawab Jiyoung lirih.
                “Kau yakin bahwa kau benar-benar gila?” Sehun menatapnya tajam, Jiyoung mengagguk. “Apa harus aku melakukannya?” Sehun tampak bingung, Jiyoung menatap wajahnya, bukan dingin lagi, wajah itu begitu hangat sekarang.
                “Apa yang akan kau lakukan? Apa yang kau lakukan itu terserah keinginanku kan? Karena kau bagian dari imajinasiku.” Jiyoung menatap Sehun, detik kemudian Sehun mendekatkan wajahnya dan mempertemukan bibir mereka.

                “Dokter, aku rasa aku benar-benar gila.” Jiyoung berkata dengan sedikit senyum kecut dibibirnya.
                “Sulli membawamu kesini lagi, dan Sulli sudah menceritakan semua padaku. Apa benar Sehun yang kau temui kesal pada Sulli karena berpura-pura tak melihatnya?” tanya dokter.
                “Ne, dia kesal. Padahal Sehun duduk di sebelahku, dan Sulli tak bisa melihatnya.” Jiyoung memejamkan matanya, mulai menyerah pada argumennya dan menceritakan semua imajinasinya.
                “Kalian sudah berciuman?”
                “Ne, tapi kenapa aku merasa aku tak pernah mengatur semua imajinasi itu. Aku benar-benar tak tau apa yang akan terjadi. Benar-benar serasa nyata.”
                “Aku tau kau amat mencintai Oh Sehunmu, sehingga itu terbentuk secara otomatis.”
                “Yah, aku sadar. Ini semua memang karena rasaku pada Sehun. Aku tak bisa melepasnya pergi.”

***

                “Kenapa kau terus datang? Aku sudah melarang otakku untuk membuat imajinasi tentangmu.” Kata Jiyoung ketika Sehun menghampirinya untuk mengantar Jiyoung pulang. Jiyoung semakin sering bertemu Sehun, kedekatan mereka seakan nyata.
                “Berpikirlah bahwa aku bukan bagian dari imajinasimu.” Kata Sehun seraya menatap Jiyoung yang berjalan di sebelahnya.
                “Berarti kau ingin aku tinggal di rumah sakit jiwa.” Jiyoung tertawa kecil.
                “Bagaimana jika aku benar-benar nyata?”
                “Jika itu benar, berarti aku sudah semakin gila.” Jiyoung bisa melihat Sulli di kejauhan.
                “Apa kau yakin dia sahabaatmu? Jika sahabat dia akan bisa mengerti dirimu.”
                “Dia mengerti aku, dia yang menyadarkanku jika aku mulai gila.”
                “Aku ragu akan argumennya.” Sehun kembali menggenggam tangan Jiyoung, dan masih saja Jiyoung tak menolaknya.
                “Bolehkah aku seperti ini? Bolehkan aku selalu denganmu?”
                “Tentu, kau akan selalu bersamaku. Aku tidak akan meninggalkanmu, aku tidak ingin mengecewakanmu seperti yang dilakukan Oh Sehunmu. Setidaknya aku akan menggantikannya untuk menjagamu. Jiyoung-ah saranghae!” Sehun tersenyum padanya. Jiyoung hanya tertawa, “Nado. Tuhan, aku benar-benar gila!!!”

                Sulli berjalan tergesa, nafasnya terburu. Dengan cepat dia membuka pintu berwarna putih itu dengan kasar. Seseorang yang duduk di sebuah kursi di belakang meja tersenyum melihat Sulli.
                “Dok, aku rasa Jiyoung benar-benar sudah parah.” Sulli duduk di kursi yang sudah disediakan disana.
                “Kenapa Jiyoung?”
                “Dia selalu pergi dengan Sehunnya. Bahkan dia bilang padaku jika Sehun tidak akan meninggalkannya. Dia juga akan selalu bersama Sehun. Dia sudah rela jika dia benar-benar gila.” Mata Sulli seakan berapi ketika menceritakan semuanya.
                “Dia bilang begitu?”
                “Ya, dia bilang jika dia sudah menghapus imajinasinya. Tapi Sehun selalu datang, dia tak bisa mengendalikan pikirannya.”
                “Lalu bagaimana denganmu?” pertanyaan dokter membuat kening Sulli berkerut.
                “Apa maksudmu?”
                “Kendalikan diri dan hatimu Choi Sulli.” Dokter tersenyum seraya menatap Sulli.
                “Tapi..”
                “Berhentilah berpura-pura.”
                “Aku tak bisa.” Sulli menunduk dan mulai menangis. “Aku yang lebih dulu tau keberadaan Sehun. Setelah kepergian Sehun, aku nyaris frustasi melihat Jiyoung, terlebih karena aku juga menyukai Sehun.” Sulli menangis dan meneruskan ceritanya. “Sampai aku bertemu dengannya, awalnya aku pikir aku gila. Tapi itu nyata, namanya Sehun dan wajahnya sama persis seperti Sehun. Aku yang lebih dulu menyukainya. Tapi sekali lagi Jiyoung bisa lebih dekat dengan Sehun. Dia Sehunku, Sehun Jiyoung sudah meninggal!”
                “Buka hatimu, jangan biarkan Kang Jiyoung menderita karena berpikir dirinya gila. Kau akan merasa lebih baik jika berhenti berpura-pura. Bukankah itu membuatmu lelah?”
                “Aku lelah...” 


Maaf gaje... komen juseyo....

Komentar

  1. kirain itu jing nya bener2 berhalusinasi..
    ternyata twist nya ssul yg bohong..
    brilliant cerita nya..XD

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

[REVIEW] TEORI BTS RUN MV - PART 1

Dengan ini saya memutuskan untuk mereview MV RUN BTS, yang memang dirasa cukup menggangu kehidupan sehari-hari dan dikhawatirkan dapat menyebabkan kerusakan otak bila tidak segera ditangani oleh spesialis kejiwaan. Dengan ini saya resmi menyatakan review MV BTS DIMULAI! MV RUN BTS ini dibuka oleh V yang berdiri di suatu tempat, gelap hitam, dengan tema mirror yang pas V jatuh ke belakang tiba-tiba jadi air.    Byaaarrrr!!! Air! Itu V berdiri di air? Itu tempat apa? Itu mimpi? Eh tunggu, air! Iya AIR! Inget dong di prologue, si V terjun ke laut setelah usap ingus. Iya bener, jadi ini ada hubungannya? Bisa jadi, cuma yang di MV kaya lebih dari sudut pandang orang sakau gitu. Gak jelas itu tempat apa. Mungkin itu delulu atau semacam bayangan seseorang yang lagi coba bunuh diri terjun ke air. Mau gak mau pasti mikir pembukaan MV ini kelanjutan dari prologue yang notabene V main terjun-terjun aja k

BTS (Bangtan Boys) GOES KKN

BTS GOES KKN Cast: BTS member Genre: Humor, friendship, family Lenght: Chapter Summary: Dapatkah kita merindukan masa-masa KKN (Kuliah Kerja Nyata) ??? Jungkook's Love Story Jungkook - IU “HEH KOOKIE BAWAIN BERASNYA!” Jimin teriak-teriak, Jungkook yang lagi enak-enak liatin rak permen jadi langsung jalan aja nyamperin Jimin. Sumpah sekarang Jimin kaya mak-mak, teriak-teriak merintah-merintah seenaknya. Tapi Jungkook gak masalah sih, Jimin punya banyak duit soalnya. “Opo maneh mas?” Jungkook nyamperin, Jimin ngasi isyarat biar Jungkook angkat karung berasnya. “Ayo buruan rek, bunda ku wes nyari’i aku terus iki.” Taehyung yang bilang. “Nanti tak anter pulang kok Tae, sante ae wes lah. Nanti aku yang ngomong sama bundamu.” Kata Jimin sante. Mereka belanja hampir dua jam. Mulai dari belanja bahan makanan pokok, sampe keperluan buat anak SD dan sebagainya. Belanjaan mereka jadi berkardus-kardus, Jimin sampe pusing liatnya soalnya barang-barang ini bakal ditaruh

[FANFIC] Time Machine Chap 4 [END]

 Akhirnya selesai juga.... Happy read all.. :D Bagi yang belum baca Chapter sebelumnya... Ini Link nya: http://risaeverlastingfriends.blogspot.com/2013/10/fanfic-time-machine-chapter-1.html http://risaeverlastingfriends.blogspot.com/2013/10/fanfic-time-machine-chapter-2.html http://risaeverlastingfriends.blogspot.com/2013/11/fanfic-time-machine-chapter-3.html                 “Dia terus menangis memikirkanmu.”                 “Kau tau, dia sangat menyukaimu.”                 “Aku harap kau tak mebuatnya kecewa.”                 “Tapi kedatanganmu kesini adalah kesalahan besar.”                 “Dia sudah bilang, dia ingin ikut denganmu ke masa depan.”                 “Satu Oh Sehun, tujuanmu kesini untuk melindunginya. Bukan membuatnya menjadi debu.”                 Perkataan Jongin terus berputar di otak Sehun. Dia sudah tau, seakrang waktu yang tepat untuk pergi. Jiyoung harus tetap disana untuk hidup. Sehun tak ingin lagi menjadi masalah