Langsung ke konten utama

[FANFIC] Different - Last Part




Different
Cast: Oh Sehun, Kang Jiyoung
Support cast: Kim Jongin,Huang Zitao, Jung Krystal, Choi Sulli
Pairing: Sehun/Jiyoung
Genre: Romance, sad,
Leght: twoshot
Author: YRP
Summary: Sehun mencoba menjalani hari-harinya dengan Jiyoung yang berbeda. Akankah Sehun bertahan dengan semua perbedaan yang sangat berarti pada Jiyoung? Sanggupkah Sehun menjalani semuanya?

Saran: play ballad song. 
Happy reading! ^_^
 

Benar apa yang dikatakan Krystal, proyek baru mereka membuat Sehun benar-benar sibuk. Sehun sudah jarang menelpon Jiyoung ketika dia di kantor, bahkan berakhir dengan panggilan tak terjawab Jiyoung di ponsel Sehun. Tapi Sehun selalu mengingatkan Jiyoung agar terus berhati-hati, dan memberitahunya dia akan sangat sibuk.
                Jiyoung masih terus membeli dua porsi makan malam, untuknya dan Sehun. Meskipun Sehun tak lagi memakannya dan berakhir di tempat sampah. Jiyoung sudah terlelap ketika Sehun datang, dan Sehun tidak mau membangunkan Jiyoung hanya unutk melepas rasa rindunya. Mereka hanya bertemu di pagi hari ketika Sehun hendak berangkat ke kantor.
                Sesekali Kai dan Tao mengunjungi Jiyoung dengan membawa berbagai makanan kesukaan Jiyoung dan menemaninya bermain. Sehun sangat berterimakasih untuk itu, dan beberapakali Sulli menelpon Sehun tapi Sehun tidak pernah menjawabnya karena terlalu sibuk. Sehun selalu berjanji pada dirinya sendiri untuk menelpon balik Sulli, namun dia selalu lupa karena lelah akan pekerjaannya. Sulli juga mengiriminya pesan sekali, mengingatkannya untuk membawa Jiyoung ke rumah sakit, dan lagi-lagi Sehun hanya mengingatnya sekilas. Sehun benar-benar sibuk karena pekerjaan kantornya.
                “Aku akan mengantarnya jika aku punya waktu luang Ssul.” Sehun menjawab pesan Sulli.
                Tapi pada akhirnya, Jiyoung tidak pernah ke rumah sakit. Padahal sudah sejak lama pula Kai mengingatkannya, tentang perkembangan Jiyoung. Ah, mungkin Sehun sudah lupa.
                Kesibukannya ini memberi banyak kesempatan untuk bersama Krystal, mengingat mereka ada pada proyek yang sama. Krystal selalu mengambil kesempatan ini dengan baik, dia selalu mengajak Sehun makan malam bersama. Mereka juga selalu pulang larut malam, dan Krystal selalu punya seribu alasan untuk meminta Sehun mengantarnya pulang. Dan tidak terasa, mengantar pulang Krystal menjadi tugas baru Sehun.
                “Sayang sekali aku dan Kai pulang lebih dulu.” Kata Tao pada suatu kesempatan.
                “Jika ada kami berdua, Jung itu tidak pernah minta macam-macam padamu!” timpal Kai.
                “Ingatlah untuk segera pulang, Jiyoung di apartemen sendirian!” Tao menekankan kalimatnya.
                “Kami juga makin sibuk di lapangan sekarang, carilah seseorang untuk menjaga Jiyoung. Kami tidak bisa mengunjunginya sesering dulu.” Kai memerhatikan Sehun yang terlihat stres.
                “Kau tau sendiri, Jiyoung tidak mau dengan orang asing. Apa aku harus mengirimnya ke panti asuhan?” tanya Sehun ragu, ragu pada pikirannya sendiri.
                “BODOH JANGAN PERNAH LAKUKAN ITU!!!” teriak Kai dan Tao bersamaan.
***
                “210! Yea!” Jiyoung mengatur napasnya.
                “Jiyoung, pergi untuk membeli makan malam?” tanya satpam pada Jiyoung seperti biasa.
                “Ne, paman Kim.” Jawabnya riang seraya tersenyum renyah.
                “Apa kau tidak lelah selalu lewat tangga? Kau bisa naik lift saja.”
                “Jing takut. Jing takut naik lift jika tidak ada Hun.”
                “Kalau begitu telepon paman, paman akan menemanimu naik lift biar kau tidak lelah harus melewati tangga.”
                “Itu sangat merepotkan! hahaHAHA” Jiyoung berlari setelah melambai sekilas. Memang benar, selama ini Jiyoung naik turun dengan melewati tangga. Setiap membeli makanan di cafetaria, atau kemanapun, Jiyoung selalu lewat tangga. Apartemen Sehun ada di lantai 4, cukup melelahkan setiap hari Jiyoung harus naik turun dengan tangga. Tapi sepertinya Jiyoung melupakan rasa lelah itu.
                “Khamsahamnida!” Jiyoung menerima makanan yang dia beli, dua porsi seperti biasa. Jiyoung tidak pernah tau bahwa makanan yang dia beli berakhir di tempat sampah. Jiyoung berjalan seraya melihat sekeliling, malam itu sangat cerah, Jiyoung ingin melihat bintang.
                “Paman!!” teriak Jiyoung ketika melihat satpam membantu seorang nenek mengangkat beberapa barang.
                “Ne Jiyoung, kau sudah membutuhkanku?” tanyanya.
                “Tidak, aku hanya menyapamu paman Kim. Annyeong!” Jiyoung langsung berlari dan mulai menaiki tangga.
                Jiyoung masuk ke apartemen hanya untuk menaruh nasinya, Jiyoung kembali menaiki tangga untuk melihat bintang dari lantai teratas. Sehun pernah mengajaknya ke rooftop dulu, tapi mereka naik lift saat itu sehingga terasa begitu dekat. Tapi kali ini Jiyoung naik tangga, dan gedung apartemen itu memiliki 11 lantai dan sayangnya Jiyoung tidak tau itu.
                Jiyoung terus menghitung setiap langkahnya, dia mulai merasa lelah tapi dia tidak ingin membuang waktu untuk istirahat. Kaosnya mulai basah karena keringatnya. Seandainya tadi Jiyoung bisa sabar menunggu paman Kim untuk mengangkat semua barang nenek itu, pasti paman Kim bersedia mengantarnya lewat lift.
                “Ah, Jing lelah!!! Hun dimana!” Jiyoung duduk di salah satu anak tangga, Jiyoung berada di lantai 9 sekarang. “Hun dimana?!?!?!” Jiyoung terus berteriak.
                “Jing hanya ingin melihat bintang!” kemudian sebuah ide muncul di kepala Jiyoung. Jiyoung segera  menelpon Sehun. Jiyoung mencoba menelponnya tetapi Sehun tidak pernah menjawabnya. Jiyoung yang kesal melempar ponselnya ke lantai. Setelah itu dia sadar, Jiyoung memungutnya dan mendapatkan layar ponselnya pecah dan ponselnya rusak.
                “Ah, Hun bisa marah karena ini. Apa yang harus Jing lakukan?”

                Sehun sedang menemui pamannya ketika Krystal masuk ruangan Sehun. Krystal bisa mendengar ponsel Sehun terus berdering, foto Jiyoung terlihat di layar ponselnya. Berkali-kali, sampai akhirnya ponsel itu berhenti berdering, Krystal menghapus semua panggilan tak terjawab Jiyoung.
***
                “Ya, security! Ada gadis gila yang terus berteriak dari tangga lantai 9! Ini sangat mengganggu!”
                “Siapa gadis gila yang terus berteriak itu?”
                “Hun? Siapa Hun? Kenapa gadis itu?”
                “Security, gadis itu menangis sekarang! Kau tau kan dia anak siapa?”
                Banyak protes dari penghuni apartemen yang lain, paman Kim yang mengetahui itu Jiyoung langsung mencarinya. Jiyoung menangis sejadi-jadinya malam itu. Susah payah tuan Kim untuk membawa Jiyoung kembali ke rumah apartemennya. Tuan Kim mencoba menghubungi Sehun, tapi tak ada jawaban.
                “Hun dimana!?!? Kenapa Hun belum pulang?!?! Jing tidak pernah bertemu Hun!”
***
                “Jangan berulah seperti semalam lagi Jing!” Sehun mengingatkan Jiyoung sebelum dia berangkat kerja.
                “Mianhae...” jawab Jiyoung lemah.
                “Aku sangat sibuk sekarang ini, jangan membeli dua porsi makan malam lagi. Beli untuk kau makan sendiri, kau mengerti?”
                “Ne...”
                “Baiklah hati-hati di rumah, jangan berulah! Nanti aku akan pulang ketika kau sudah tidur.” Sehun mengecup kenig Jiyoung kemudian segera berangkat. Jiyoung sedikit kesal, Jiyoung rindu pada Sehun. Sekarang sulit sekali untuk bisa menghabiskan waktu dengan Sehun, Jiyoung benci itu!!!
                Siang itu Jiyoung berencana memainkan game di ponselnya, setelah melihat keadaan ponselnya Jiyoung jadi ingat bahwa ponselnya rusak. Jiyoung membuang nafas lega karena Sehun tidak tau dia merusak ponselnya, Jiyoung segera mengganti pakaiannya dan pergi keluar untuk membenahi ponselnya.
                Jiyoung membawa tas ranselnya yang berisi ponsel, dompet dan frame fotonya bersama Sehun. Di salah satu tangannya terdapat boneka beruang pemberian Sehun. Jiyoung melihat keadaan, dia harus keluar tanpa di ketahui Kim ajjeosi. Jiyoung bisa melihat Kim ajjeosi masuk ke dalam lift, dan segera Jiyoung berlari keluar.
                Jiyoung tidak tau harus berjalan kemana, dia hanya mengikuti langkah kakinya. Jalanan sangat ramai siang itu, Jiyoung bertanya pada seorang pejalan kaki, dimana dia bisa membenahi ponselnya yang rusak. Setelah mendapat panduan dari orang itu, Jiyoung terus berjalan mendekati pusat kota.
                “Teddy bear, kau tidak takut kan? Disini sangat banyak orang, tutup matamu jika kau takut!” kata Jiyoung pada bonekanya. Jiyoung melanjutkan jalannya sampai matanya menangkap sebuah toko besar.
                “Teddy, sepertinya itu toko yang Jing cari! Yea, kita menemukannya!” Jiyoung segera berlari dan masuk dalam toko itu.
                “Eosseo osaeyo, ada yang bisa kami bantu?” seorang pelayan menyapa Jiyoung.
                “Ne, annyeong haesaeyo. Bisa kau bantu Jing membenahi ini?” Jiyoung menyerahkan ponselnya yang rusak. Pelayan itu mengerutkan keningnya melihat tingkah Jiyoung.
                “Biar kami cek dulu nona.” Pelayan itu mengambil ponsel dari tangan Jiyoung.
                “Buat dia seperti semula, jangan sampai Hun memarahiku karena merusaknya.” Kata Jiyoung seperti anak kecil. Pelayan itu memeriksanya, kemudian dia terlihat berbisik dengan rekannya dan sama-sama memerhatikan gerak-gerik Jiyoung.
                “Ini membutuhkan biaya yang banyak nona.”
                “Tentu saja, aku punya uang!” Jiyoung menyerahkan dompetnya, pelayan itu membukanya dan mengerutkan keningnya.
                “Tapi ini masih kurang nona.”
                “Apa Jing bisa memakai ini? Ini sangat mahal!” Jiyoung menarik-narik kalung yang ada di lehernya. “Tapi ini pemberian Hun.” Sambungnya.
                “Nona, dimana orangtuamu?” tanya salah satu pelayan.
                “Orangtua?” tiba-tiba senyum Jiyoung hilang.
                “Iya, bagaimana bisa kau keluar sendirian seperti ini. Uang di dompetmu ini juga cukup banyak.” Pelayan itu memeriksa dompetnya.
                “Jing hanya punya Hun...” jawab Jiyoung, “Dimana orang tua Jing?” tanya Jiyoung pada dirinya sendiri.
                “Kau ingat kau tinggal dimana? Sepertinya kau agak idiot, kau pasti tersesat ketika pergi dengan ommamu.” Pelayan laki-laki yang terlihat kasar itu berkata seenaknya, dia sempat mendapat pukulan dari temannya.
                “Aku rasa kita harus telepon polisi, sepertinya dia hilang.”
                “Dimana orangtua Jing?” Jiyoung terus memikirkan itu dan bertanya pada dirinya sendiri. Tiba-tiba Jiyoung merasa kepalanya sangat sakit, sekelibat kejadian masa lalu terulang di otaknya. Dimana dia melihat seorang pria, menusuk appanya berkali-kali dengan pisau. Pria itu juga menusuk ommanya, darah berceceran di ruang tamu dan tangga. Jiyoung melihatnya, wajah orang yang membunuhnya itu, dia ingat!
                “AAARRRRHHHHH!!!!!! SAKIT!  HUN, SAKIT HUN!” Jiyoung mulai berteriak, semua pengunjung dan pelayan toko disana mulai ricuh. Jiyoung terus berteriak dan menarik rambutnya sendiri, Jiyoung juga menangis. Beberapa orang mencoba membantu Jiyoung agar dia tidak menyakiti dirinya sendiri.
                “HUN! SAKIT..!!! HUN, BANYAK DARAH HUN! HUN PULANGLAH!!!” Jiyoung mencakar wajahnya sendiri.
                “HEI CEPAT HUBUNGI POLISI ATAU RUMAH SAKIT JIWA!!!” seorang pengunjung berteriak. Salah satu pelayan langsung menghubungi polisi.
                “HUN, ORANG-ORANG INI TIDAK MENGERTI! HUN, JING TIDAK GILA!” Jiyoung terus berteriak sampai beberapa polisi datang dan membawa Jiyoung pergi.
***
                Jiyoung perlahan membuka matanya dan mencoba mengenali ruangan baru itu. Itu bukan kamarnya, tapi yang ada di kamar itu semua barang milik Jiyoung. Bahkan ada fotonya bersama Sehun. Jiyoung mengira dia bermimpi, tapi Jiyoung bisa mendengar. Mendengar suara Sehun dari balik pintu. Jiyoung bangkit dan mendekat, membuka pintunya dan mengintip dari cela pintu. Sehun terlihat berbincang dengan seorang wanita tua, Jiyoung baru sadar Sehun sangat kurus saat ini.
                “Jadi kami mohon jaga dia.” Seorang wanita yang berdiri di samping Sehun berkata. Jiyoung melihat wanita cantik itu, Jiyoung merasa marah karena wanita itu berdiri terlalu dekat dengan Sehun, dan tanganya mengait di lengan Sehun.
                “Dia hanya sementara tinggal disini jadi....”
                “Kami tidak tau kapan bisa menjemputnya kembali!” Krystal memotong perkataan Sehun dengan tegas. Ada protes di wajah Sehun, tapi kemudian Sehun hanya membuang nafas berat dan menunduk. “Kami benar-benar meminta bantuanmu!”
                “Dia tidak bisa tidur jika kedinginan, kau juga harus terus memberinya mainan jika dia bosan. Dan dia sangat suka menggambar dan mewarnai, tolong jaga dia.” Kata Sehun, mata Jiyoung panas mendengar ini.
                “Baiklah, kami akan pergi sekarang!” kata Krystal, menarik tangan Sehun agar berjalan mengikutinya.
                “Aku harus melihatnya dulu...”
                “Sudahlah, itu akan makin sulit baginya. Sebaiknya kita cepat pergi sebelum Jiyoung bangun.” Krystal menahan Sehun yang ingin menghampiri Jiyoung. Jiyoung tidak benar-benar mengerti apa yang terjadi, tapi otaknya menangkap Sehun akan meninggalkannya dan membiarkan Jiyoung tinggal di lingkungan baru ini. Sehun dan Krystal semakin jauh, bahkan Jiyoung tak bisa melihatnya lagi lewat celah pintu sekarang. Mata Jiyoung panas, Jiyoung terus berpikir ini hanya mimpi, Jiyoung berpikir Sehun akan kembali untuk menbawanya pulang. Tapi untuk apa semua ini? Kenapa semua barang Jiyoung ada di kamar baru ini.
                “Oh Jing, kau sudah bangun.” Wanita tua itu menyadari Jiyoung ada di balik pintu, siapa wanita itu? Jiyoung tidak mengenalnya tapi kenapa dia memanggilnya Jing?
                “Mana Hun? Hun mau kemana? Kenapa Hun tidak menemui Jing?” tanya Jiyoung, suaranya bergetar menahan tangis.
                “Jing akan tinggal disini, Hun sudah pulang.” Wanita itu memeluk Jiyoung, “Jing tidak lapar?”
                “HUN!!!!” teriak Jiyoung, tangisnya sudah pecah. “HUN, JING DISINI! APA HUN TIDAK MELIHAT JING DISINI?!?!?!” teriakan Jiyoung sangat keras dan sampai di telinga Sehun yang ada di pintu depan panti asuhan.
                “Ayo cepat pulang, pekerjaanmu masih menumpuk. Jiyoung akan baik-baik saja tinggal disini.” Krystal mencoba menarik Sehun yang terpaku.
                “HUN! JING MINTA MAAF, JING TIDAK NAKAL LAGI! JING DISINI HUN! HUN PASTI TIDAK MELIHAT JING....” Jiyoung meronta ingin mengejar Sehun, wanita tua itu menahan Jiyoung sekuat tenaga, “HUN JING INGIN PULANG KE RUMAH. HUN, KEMBALILAH...” Jiyoung menangis hebat, hati Sehun teriris mendengarnya.
                “Eunjoo, bantu aku menahan gadis ini!” wanita itu meminta bantuan seseorang yang lebih muda untuk menahan Jiyoung yang meronta.
                “Sehun-ah! Ayo apa yang kau tunggu!” Krystal terus mencoba membuat Sehun bergerak.
                “HUN-aaah!!” Jiyoung berhasil melepas diri dari dua orang yang menahannya.
                “Sehun-ah ayo!” Sehun masih terpaku.
                “HUN, JING IKUT PULANG! JING TIDAK MAU DISINI... hkss..” Eunjoo dan wanita tua itu berhasil menehan tubuh Jiyoung, Jiyoung bisa melihat punggung Sehun tak jauh darinya.
                “HUN LIHAT JING! JING DISINI.... HUN-aahh... Jangan pergi!!!” tangisnya membuat suara Jiyoung melemah. Sehun meneteskan airmatanya, tidak perlu balik badan untuk melihat bagaimana Jiyoung sekarang.
                “Huuunn-aahh... Jing berjanji tidak nakal lagi.. Hun-aaah.. hkks..”
                “Ayo Sehun-ah!” Krystal menarik tangan Sehun, dan kali ini tidak ada perlawanan dari Sehun. Sehun melangkahkan kakinya mengikuti Krystal yang menarik tangannya.
                “HUN JANGAN PERGIIIII! HUN!!! HUN, JING TIDAK NAKAL LAGI!  JING TIDAK AKAN MEREPOTKAN HUN! JING BERJANJI...” teriakan Jiyoung tidak menghentikan langkah Sehun. Sehun terus berjalan menuju halaman.
                “HUN.. JING DISINIII! HUN-AH!! MAAFKAN JING, HUN! HUUUUUUNNNNNN!!!!” Jiyoung terus berteriak sekuat tenaganya, tapi Sehun sudah masuk mobil sekarang. Jiyoung terus berteriak, sampai akhirnya Sehun melajukan mobilnya. Mobil itu keluar gerbang, dan menghilang di kelokan.
***
                Jiyoung diperiksa oleh dokter malam itu, Jiyoung tidak berhenti menangis dan berteriak sejak kepergian Sehun tadi sore. Dan dokter yang memeriksa Jiyoung, bukan dokter Chang yang sejak awal merawatnya, dokter itu seorang dokter muda.
                “Hai Jing, kau sudah merasa baikan?” tanyanya pada Jiyoung yang hanya diam menatap kosong ke arah fotonya dan Sehun.
                “Kau sangat menyayanginya kan?” dokter muda itu mengambil frame foto dan memberinya pada Jiyoung. “Boleh aku tau siapa namanya?”
                “......” Jiyoung hanya menggeleng.
                “Baiklah, kau harus istirahat sekarang. Besok pagi aku akan menjemputmu dan menemui dokter Chang di rumah sakit. Selamat malam Jing!”

                Jiyoung tidak mau keluar dari kamarnya, bahkan ketika dokter muda sudah menjemputnya Jiyoung hanya menangis dan meminta agar dia bermain di kamar saja. Jiyoung tidak mau pergi ke rumah sakit.               
                Eunjoo yang selalu menemani Jiyoung bermain, tapi berbeda, Jiyoung tidak ceria seperti dulu lagi. Setiap hari Jiyoung hanya mendengar cerita Eunjoo, sesekali Eunjoo mengajak Jiyoung untuk bermain dan bergabung dengan yang lainnya dan hasilnya Jiyoung mulai berteriak dan menangis lagi.
                Jiyoung memeluk boneka teddynya dan foto Sehun, sore itu begitu tenang. Jiyoung membiarkan pikirannya melayang, membiarkan otaknya memilih apa saja yang ingin di pikirkan tanpa ijin dari hatinya.
                Jiyoung sangat merindukan Sehun, terakhir kali masih tinggal di apartemen Sehun, Jiyoung sudah jarang bertemu dengannya. Apalagi sekarang sudah dua minggu sejak Jiyoung tinggal di panti asuhan, Sehun tidak menelponnya apalagi mengunjunginya. Jiyoung mulai menangis memikirkan itu semua. Sebodoh itukah dia hingga tidak ada yang mau merawat Jiyoung.
                “Jing, ada yang ingin menemuimu. Kau pasti sangat senang.” Eunjoo yang tiba-tiba membuka pintu Jiyoung membuatnya kaget.
                “Jing tidak ingin bertemu siapapun. Siapa yang peduli pada Jing?” jawabnya.
                “Jing?” suara itu, Jiyoung mengenalnya. Suara ceria itu.
                “Tao?” Jiyoung tersenyum melihat Tao masuk dalam kamarnya. Eunjoo meninggalkan mereka berdua. “Tao? Ini benar Tao?”
                “Iya Jing ini Tao. Lihat apa yang aku bawa. Es krim stoberi!” Tao membuka sebuah cup besar es krim stoberi.
                “Gomawo Tao.” Jawab Jiyoung seraya tersenyum. Tao menangkap Jiyoung tidak ceria seperti dulu, bahkan reaksinya melihat es krim tidak seperti biasanya.
                “Sebenarnya Kai juga ingin ikut, tapi pekerjaannya belum selesai. Jadi aku kesini sendiri.” Tao memerhatikan Jiyoung yang menikmati es krimnya.
                “Sudah tidak ada yang peduli pada Jing sekarang. Sulli pasti sibuk dengan adik baru, Hun juga tidak mau membawa Jing lagi. Jing sendirian sekarang.” kata Jiyoung di sela makannya. Tao bisa merasakan perasaan Jiyoung hanya dengan mendengar kalimat barusan. Tao jadi ingat, sudah dua minggu lamanya ia tidak menyapa Sehun. Hal sama juga dilakukan oleh Kai, mereka hanya bicara soal pekerjaan. Itupun harus berusaha sekuat tenaga agar tidak memukuli Sehun.
                “Kan masih ada aku dan Kai. Sulli nanti juga berkunjung. Hanya Sulli masih sibuk.”
                “Bagaimana dengan Hun? Hun tidak akan kesini kan? Hun pasti sangat marah pada Jing.” Jiyoung mulai menangis. Jiyoung masih sangat berharap Sehun akan menjemputnya dan membawanya kembali ke apartemen.
                “Sudah jangan pikirkan itu, cepat habiskan es krimmu.” Kata Tao bingung harus menjawab apa.
                “Tao, Tao punya orang tua?” tiba-tiba pertanyaan itu muncul.
                “Iya, mereka ada di rumah. Kenapa kau bertanya seperti itu Jing?”
                “Kenapa Jing tidak punya? Dimana orangtua Jing?” tanyanya. Tao hanya tau orangtua Jiyoung meninggal tanpa tau bagaimana cara mereka meninggal.
                “Orangtua Jing sudah ada di surga sekarang. orangtuamu akan sedih jika kau tidak bahagia disini. Makanya, jangan menangis lagi ne?” Tao mengelus rambut panjang Jiyoung.
                “Tao, kepala Jing sering sakit sekarang. Jing takut, karena banyak darah di lantai. Ada paman yang menusuk orang, Tao. Jing takut, kepala Jing juga sangat sakit.” Jelas Jiyoung.
                “Apa kau menonton film horror? Siapa yang mengajakmu menonton film seperti itu?” tanya Tao jengkel. Siapa yang mengajak Jiyoung menonton film seperti itu?
                “Film horror? Tapi Jing tidak pernah menontonnya.”
                “Benarkah, apa mungkin itu hanya mimpi buruk. Kau harus rajin minum obat biar kepalamu tidak sakit lagi.” Tao tersenyum pada Jiyoung, Jiyoung hanya mengangguk mantap. Tidak ada yang bisa disalahkan. Tao tidak tau bagaimana orangtua Jiyoung meninggal, dan parahnya lagi Tao tidak menceritakan itu pada Kai. Seandainya Kai tau, mungkin akan lebih baik.
***
                “KAU MENGIRIM JIYOUNG KE PANTI ASUHAN? APA YANG KAU PIKIRKAN OH SEHUN?” Kai bisa mendengar suara Sulli di ruangan Sehun malam itu. Kantor sudah sepi, hanya menyisakan beberapa orang yang lembur dengan tugasnya.
                “Kau tidak mengerti Ssul, aku sangat sibuk.” Sehun menjawab dengan sabar.
                “SESIBUK APAPUN DIRIMU, KAU INGAT KAN JANJI KITA DULU? JANGAN PERNAH MEMBAWA JIYOUNG KE TEMPAT SEPERTI ITU!!!” dari suaranya, pasti Sulli sangat marah.
                “Sudahlah, kau sendiri sudah tidak sanggup untuk menjaganya kan? Sehun harus bekerja, Jiyoung itu hanya akan mengganggunya!” Krystal ikut angkat bicara. Kai mengerutkan kening, ada Krystal disana.
                “Kau siapa berani sekali ikut campur?!?! Apa gara-gara dia kau menaruh Jiyoung di panti asuhan? Benar kan? Gara-gara nona Jung ini?”
                “Aku memberi keputusan benar. Sehun lebih baik sekarang tanpa Jiyoung.”
                “Apa kau kekasih Sehun? Ha? Apa kau istrinya? Siapa dirimu berani mengatur Sehun?” Kai tidak sabar hanya menjadi pendnegar, Kai membuka pintu ruangan Sehun dan mendapati Sulli bicara di depan Krystal.
                “Tidak ada gunanya kau bicara dengan mereka. Sebaiknya kau ikut aku menjenguk Jiyoung sekarang.” Kai berkata dingin, dia menarik Sulli untuk keluar.
                “Aku benar-benar kecewa padamu Hun!” Sulli meneteskan airmatanya ketika bicara, Sehun hanya menunduk dan memukul meja kerjanya keras.
***
                Jiyoung sudah tidur ketika Kai dan Sulli mengunjunginya malam itu. Mereka hanya melihat tanpa membangunkan Jiyoung, tidak ingin mengganggunya. Sulli menangis dalam diam, dia bisa melihat Jiyoung memeluk fotonya bersama Sehun dalam tidurnya.
                “Apa dia baik-baik saja?” tanya Sulli pada Eunjoo yang juga ada disitu.
                “Jiyoung tidak pernah keluar kamar, dia juga tidak mau di ajak ke rumah sakit. Dia sering mengeluh kepalanya sakit, dan dia akan mulai berteriak dan menangis.” Jelas Eunjoo, membuat isak Sulli makin keras.
                “Tapi dia makan dengan baik kan?” tanya Kai.
                “Iya, tuan Sehun juga berkunjung kesini. Dia yang memberi tahu apa saja yang disukai Jiyoung. Tapi Tuan Sehun tidak pernah menemui Jiyoung ketika dia bangun, dia berkunjung ketika Jiyoung sudah tidur.” Jawaban itu sedikit membuat Kai dan Sulli kaget. Benarkah Sehun masih mengunjunginya setelah membuangnya disini? Mereka pikir Sehun sudah lupa.
                “Akhir-akhir ini dia juga sering menanyakan tentang orangtuanya.”
***
                Pagi-pagi buta Kai sudah berada di panti asuhan untuk bertemu Jiyoung sebelum ke kantor. Kai juga membawa berbagai vitamin untuk Jiyoung, Kai mendengar isak tangis di kamar Jiyoung.
                “Sakit... Kepala Jing sakit...” kata Jiyoung dalam tangisnya, Kai segera membuka pinu itu dan mendapati Eunjoo juga disana.
                “Kata dokter kau harus minum obat ini, ayo kau harus makan dulu.” Kata Eunjoo sabar mencoba membujuk Jiyoung.
                “Kepala Jing sakit... Jing takut, paman itu selalu datang..”
                “Kenapa Jing? Mana yang sakit?” suara Kai mengagetkan Jiyoung, dan itu untuk pertama kalinya mereka bertemu setelah Jiyoung berada disana.
                “Kai datang? Kai akhirnya datang...” Jiyoung mengulurkan tangannya, Kai duduk di ranjang Jiyoung.
                “Dia terus mengeluh kepalanya sakit, tapi Jiyoung tidak mau minum obat untuk terapinya.” Jelas Eunjoo terlihat menyerah, Kai mengambil mangkuk berisi bubur itu.
                “Kau keluar saja, biar aku yang membujuknya.” Eunjoo keluar, selama beberapa saat Jiyoung masih mengeluh kepalanya sakit. Kai berusaha membuat Jiyoung mau memakan buburnya agar dia segera bisa minum obat dan vitamin.
                “Tidak Kai, Jing tidak mau makan.” Rengeknya.
                “3 sendok saja, lalu aku akan mengajakmu jalan-jalan. Ayo buka mulutmu!” akhirnya Jiyoung mau membuka mulutnya. Setelah memakan tidak ada seperempat dari buburnya, Kai membantunya untuk minum obat.
                “Kai, Hun dimana?” Kai tau dia pasti akan menerima pertanyaan seperti itu dan Kai tidak tau harus mejawab apa.
                “Hun bekerja. Nanti sore aku akan mengajakmu jalan-jalan, aku harus berangkat ke kantor sekarang. Kau baik-baik disini ya!” Kai berpamitan, terlihat jelas mata Jiyoung merah menahan tangis.

                Sesuai janji, sore itu Kai menjemput Jiyoung untuk jalan-jalan, Kai datang bersama Tao. Setidaknya mereka bisa membuat Jiyoung tersenyum sore itu. Mereka jalan-jalan untuk melihat barang-barang yang di inginkan Jiyoung. Dengan semangat Jiyoung minta dibelikan boneka kelinci, sepatu baru, baju princess dan masih banyak lagi. Kai dan Tao dengan sabar menuruti apa yang dia mau.
                “Jing lapar!” kata Jiyoung ketika mereka keluar dari toko baju.
                “Baiklah, kau ingin makan apa sekarang? Makan yang banyak ya, lihatlah kau sangat kurus sekarang!” kata Tao.
                “Dimana saja yang ada es krim stoberinya.” Jawabnya, matanya berbinar.
                “Aku tau tempat seperti itu, ayo jalan lagi.” Kai menarik tangan Jiyoung, tapi Jiyoung terpaku di tempatnya berdiri.
                “Jing lelah.” Katanya, “Kai, Jing lelah...” matanya menatap Kai penuh harap. Kai yang mengerti ini langsung memberikan semua belanjaan pada Tao dan membungkuk.
                “Cepat naik!” kata Kai dan Jiyoung segera naik di punggung Kai. Jiyoung tersenyum begitu ceria, Tao hanya tertawa melihat itu.
                Mereka memesan ayam goreng dan seporsi jumbo es krim stoberi untuk Jiyoung. Kai dan Tao juga menikmati makan mereka dan sesekali memerhatikan Jiyoung yang makan seperti anak kecil. Jiyoung tidak menghabiskan nasinya dan terlihat lebih bersemangat menghabiskan es krimnya. Jiyoung terus bercerita dia tidak pernah keluar kamar, dia tidak pernah makan es krim lagi, dan banyak cerita lainnya yang di dengarkan dengan seksama oleh Kai dan Tao. Kemudian Jiyoung terpaku melihat keluarga kecil, dimana ada gadis kecil yang menangis dan kedua orangtuanya mencoba untuk menghentikan tangisnya.
                “Itu orangtuakan? Orangtua Jing dimana?” tanya Jiyoung tak lepas dari keluarga kecil itu. Kai memerhatikannya, dan Tao dengan cepat menjawab.
                “Orangtua Jing ada di surga.”
                “Apa itu jauh? Jing ingin kesana, karena disini sudah tidak ada Hun.” Seketika, senyum yang daritadi merekah pada Jiyoung hilang.
                “Sudah-sudah habiskan es krimmu.” Kata Kai cepat.
                “HUUUNNN!!! Itu Hun, aah akhirnya Jing bertemu Hun, Hun sudah tidak sibuk lagi!” Jiyoung berteriak dan berlari ke arah seseorang yang terlihat sedang memesan makanan. Kai dan Tao saling menatap penuh arti.
                “Hun!!!” Jiyoung memeluk Sehun dari belakang, Sehun menoleh dan betapa kagetnya dia melhat Jiyoung disana.
                “Hei, kenapa kau ada disini? Apa yang kau lakukan!” Krystal menarik Jiyoung agar melepas pelukannya pada Sehun.
                “Hun, Jing sudah tidak nakal lagi. Hari ini Jing ikut Hun pulang ya!” kata Jiyoung penuh harap pada Sehun.
                “Kau datang kesini dengan siapa Jing?” tanya Sehun halus.
                “Kita pergi!” Krystal mendorong Jiyoung dengan kasar dan segera menarik Sehun. Kai langsung menahan Jiyoung agar tidak mengejar Sehun. Tao memberi pandangan peunh peringatan pada Krystal, tapi Krystal malah membalas tatapannya dengan menantang. Jiyoung mulai menangis di pelukan Kai, Kai terlihat sangat kesal karena Sehun. Tao mengajaknya untuk mengantar Jiyoung pulang.
                Sehun dan Krystal terlihat beradu mulut di depan restoran, dan lagi-lagi Jiyoung berlari untuk memeluk Sehun yang berdiri di tepi jalan.
                “Apa istimewanya gadis tolol itu?” Krystal mendorong Jiyoung tepat ketika Jiyoung mendekati mereka. Jiyoung yang tidak siap dengan serangan itu terjatuh, ada motor yang melintas dan hampir menabrak Jiyoung.
                “JING!!!” teriak Kai dan Tao, Sehun segera membantu Jiyoung yang terjatuh di tepi jalan. Pengendara motor itu menghindari Jiyoung dan untungnya Jiyoung tidak terluka serius. Jiyoung menangis seraya memegangi darah yang keluar dari sikutnya, Krystal terpaku melihat itu.
                “Kau hampir membuat Jiyoung celaka!” Kai bicara dengan nada super dingin pada Krystal yang hanya diam menahan air matanya. Ambulan datang untuk pengendara motor yang terlihat terluka cukup serius itu, dan Kai memutuskan untuk mengantar Jiyoung ke rumah sakit. Meskipun tidak terluka parah, Kai tetap bersikeras untuk itu.

                Jiyoung terisak selama suster mengobati lukanya, Sehun juga menemani disana tapi dia tidak mendekat karena Kai melarangnya. Tao mencoba menghibur Jiyoung dengan mengeluarkan semua barang yang baru mereka beli sore tadi.
                “Sudah jangan menangis ya, sebentar lagi ommamu pasti datang.” Kata suster mencoba menghibur Jiyoung, Kai menatap suster itu kesal.
                “Jing tidak punya orangtua!!!” teriak Jiyoung.
                “Orangtuanya sudah meninggal.” Bisik Tao pada suster yang langsung merasa bersalah.
                “AAAHH, SAKIT! KEPALA JING SAKIT! PAMAN ITU DATANG LAGI!” Jiyoung mulai berteriak dan membuat mereka semua khawatir. Sehun segera masuk dalam ruangan itu. Jiyoung memegangi kepalanya dan menangis, kemudian Jiyoung mulai menjambak rambutnya, mencakar wajahnya dan terus berteriak.
                “JING TAKUT! KEPALA JING SAKIT!”
                “Kenapa Jing? Sudah semua baik-baik saja.” Kai memeluk Jiyoung, hasilnya dia mendapat serangan dari Jiyoung. Sehun segera memeluk Jiyoung dan berusaha membuat Jiyoung berhenti menyakiti dirinya sendiri.
                “Jing Jing, jangan menangis!” Tao ikut panik. Jiyoung terus meronta, ini pertama kalinya Sehun melihat Jiyoung seperti ini. Karena tidak kunjung berhenti, suster memutuskan untuk memberi Jiyoung suntikan penenang. Jiyoung jatuh tertidur setelah jarum obat itu mulai bereaksi.
                “Apa ini yang dimaksud Eunjoo Jiyoung selalu berteriak?” tanya Kai, Sehun sendiri heran degnan apa yang terjadi.
                “Paman? Siapa paman maksud Jiyoung?” tanya Tao, Kai dan Sehun berpikir.

                Jiyoung mengingat sekilas kejadian di masa lalunya, dan sayangnya yang dia ingat adalah hal yang buruk. Mungkin kejadian itu yang membuat mentalnya seperti sekarang ini.
                Tuan Sehun, kenapa kau menghentikan terapi dan tidak membawa Jiyoung menemuiku, aku rasa Jiyoung mengalami perkembangan. Tapi sepertinya ada alasan lain yang membuat mental Jiyoung jatuh lagi. Dia seperti merasa depresi kehilangan sesuatu, dan hasilnya ingatan buruknya yang dia ingat kembali.
                Ini tidak baik, kalian jangan membuatnya marah, sedih atau terlalu senang. Bisa-bisa Jiyoung tidak akan sembuh.
                Penjelasan dokter Chang membuat Sehun terpukul. Kai tidak berhenti menyalahkan Sehun yang tidak mengantar Jiyoung ke rumah sakit padahal dia selalu mengingatkannya. Dan Kai yakin, yang membuat mental Jiyoung jatuh lagi adalah Sehun. Sehun membawanya ke panti asuhan dan itu membuat Jiyoung depresi. Kai juga menyalahkannya karena terlalu bodoh mendengarkan Krystal. Kai tau Sehun lelah, tapi tetep saja sumpah serapah dia keluarkan untuk Sehun.
                Tao menengahi Kai dan Sehun yang beradu mulut, mengingatkan mereka berdua bahwa mereka ada di rumahsakit.

                Jiyoung merasa seseorang menggenggam tangannya, Jiyoung membuka matanya dan melihat Sehun sedang menatapnya.
                “Kau sudah bangun?”
                “Hun? Hun sudah tidak marah?” tanya Jiyoung lemah, bahkan ketika dia bangun hal yang pertama kali dia pikirkan adalah Sehun. Sehun tersenyum lemah, terlihat garis penyesalan di wajahnya.
                “Jangan pikirkan Hun, yang paling penting Jing harus sembuh sekarang.” kata Sehun.
                “Dimana Kai dan Tao?” Jiyoung melihat sekeliling dan menyadari di ruangan itu hanya ada dia dan Sehun.
                “Mereka harus bekerja, tadi Sulli juga disini. Sekarang dia pulang dan istirahat.” Sehun tidak melepas genggaman tangannya.
                “Hun jangan pergi lagi ya...” kata Jiyoung lemah, sebutir airmata jatuh. Tentu, meninggalkan Jiyoung adalah kesalahan terbesar yang Sehun buat, Sehun tidak akan meninggalkannya lagi.
***
                Jiyoung masih di rawat di rumah sakit, sore itu Jiyoung di temani Sulli bermain di taman rumah sakit. Ada seorang laki-laki paruh baya yang memerhatikan Jiyoung sejak lama.
                “Jing jangan kemana-mana, aku harus menerima telepon sebentar.” Sulli mencari tempat yang lebih sunyi. Jiyoung terlihat asik dengan bola plastiknya. Tau itu adalah kesempatan, pria itu mendekati Jiyoung.
                “Jiyoung-ah! Ini paman.” Pria itu memeluk Jiyoung dari belakang, Jiyoung menoleh dan betapa kagetnya dia melihat pria itu. Jiyoung diam untuk sesaat, kemudian sakit yang amat sangat menyerang kepalanya. Seratus kali lipat dari biasanya, Jiyoung berteriak dan memegang kepalanya, Jiyoung ketakutan.
                “Jiyoung kau kenapa? Paman tidak akan menyakitimu, paman datang untuk minta maaf!” paman itu terlihat panik, mendengar suara Jiyoung berteriak Sulli segera berlari.
                “Ada apa Jing?” dan Sulli juga tak kalah kaget, dia menatap paman itu tak percaya.
                “Jing takutt. Jing kesakitan, pergi!!” Jiyoung mencoba melepas diri dari paman itu. Kepalanya benar-benar sakit, Jiyoung menarik rambutnya untuk mengurangi sakit itu. Jiyoung merasa kepalanya sangat berat, Jiyoung merasa tubuhnya melemah. Samar-samar Jiyoung mendengar Sulli memanggil namanya sampai semua akhirnya menjadi gelap.

                “Jing, namja itu tidak melepas tatapannya darimu sejak tadi.” Bisik Sulli, Jiyoung hendak menoleh untuk melihatnya, “Jangan menoleh.” Sambung Sulli.
                “Siapa? Bahkan aku tak mengenalnya.” Jiyoung tetap menoleh dan melihat seorang namja yang kaget karena mata mereka bertemu. Kemudian teman-temannya menertawakannya.
                “Namanya Oh Sehun.” Bisik Sulli seraya terkikik, entah kenapa Jiyoung tersenyum.

                “Hai Kang Jiyoung, temanku itu tidak berhenti mengeluh karena belum bisa berkenalan denganmu.” Jiyoung melihat Sehun yang duduk tak jauh darinya menunduk, temannya yang menghampirinya ini terkikik.
                “Kenapa bukan Oh Sehun sendiri yang datang kesini?” Sulli sengaja mengeraskan suaranya agar Sehun dengar.
                “Entahlah, coba kita dengar apa pendapat Sehun? Sehun-ah!” Kai berteriak, membuat seisi kelas menatap Sehun yang sudah memerah.
                “Kai, kau ingin mati?!?!” jawab Sehun, semua yang ada disana tertawa, tak kecuali Jiyoung.

                “Sulli ayo pergi, pangeran mau bicara pada putri.” Kai menarik Sulli yang tengah menunggu Jiyoung membereskan bukunya. Jiyoung melihat Kai terbahak seraya mengedikkan matanya pada Jiyoung. Jiyoung menoleh kebelakang dan melihat Sehun terpaku di dekat kursinya.
                “Oh, kau..” kata Jiyoung canggung.
                “Jiyoung-ssi maaf, tapi aku rasa Kai benar-benar tidak waras.” Sehun menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Jiyoung tersenyum.
                “Kenapa harus menyalahkan Kai?” Jiyoung berdiri, “Aku duluan!”
                “Eh tunggu!” Sehun menahan Jiyoung, “Kalau ada waktu, bisakah kita makan siang bersama?”
                “Eh?”
                “Kalau tidak bisa lain kali saja..” kata Sehun cepat-cepat.
                “Kau akan mengajakku makan dimana?” pertanyaan Jiyoung membuat senyum Sehun merekah.

                Jiyoung usia 5 tahun menangis, dia melihat boneka beruang di etalase toko. Meminta ommanya untuk membelikannya.
                “Kau sudah punya yang seperti itu di rumah sayang.” Kata ommanya sabar.
                “Aku ingin beli lagi omma.” Rengek Jiyoung.

                Jiyoung berlarian di pantai bersama kedua orangtuanya. Mereka mengejar Jiyoung di sepanjang tepi pantai. Jiyoung tertawa ketika appanya berhasil menangkapnya.
               
                “Jing maukah kau jadi pacarku?” Sehun berlutut di depannya, mereka sedang berada di taman universitas dengan di lihat teman-teman mereka. Jiyoung dengan jelas mendengar suara Kai terkikik. Jiyoung melihat Sulli yang hanya tersenyum, wajah Jiyoung panas, pasti sekarang dia seperti kepiting rebus karena malu. Tapi melihat Sehun, sepertinya Sehun lebih parah dari dirinya.
                “Bagaimana Jing? Kau mau jadi pacarku?” tanya Sehun lagi. Jiyoung tidak segera menjawab sengaja mempermainkan Sehun.
                “Berdirilah!” kata Jiyoung, Jiyoung harus sedikit mendongak ketika Sehun berdiri. “Maaf Sehun-ah...”
                “MWOYA!?!” Kai berteriak, Sehun menekuk wajahnya mendengar itu. Sulli membelalakkan matanya tak percaya. Jiyoung menahan tawa melihat ekspresi Sehun.
                “Baiklah jika kau tidak bisa...”
                “Jangan pernah pergi jika kau sudah memutuskan untuk denganku!” Jiyoung memeluk Sehun yang hampir pingsan. Terdengar sorakan dari teman-teman mereka yang ada disana. Jiyoung masih mendengar suara tawa Kai yang paling keras.

                Jiyoung menahan nafasnya, dia dengan jelas melihat darah keluar dari perut appanya. Tapi orang itu tidak berhenti menusuknya. Setelah itu, ommanya juga di serang. Jiyoung pikir ommanya bisa menghindar, tapi pisau itu tertusuk tepat di jantung ommanya dan sekarang tergeletak di tangga tak bergerak.
                “APPA OMMA!” akhirnya Jiyoung keluar dari persembuyiannya. Orang itu terlihat ketakutan.
                “Paman apa yang kau lakukan??!?!” Jiyoung menangis, hari itu tepat Jiyoung berusia 21 tahun dan dia melihat kedua orangtuanya dibunuh seseorang yang begitu dia kenal. Appa Sehun...

                “Hun! Hun!” Jiyoung tertawa bersama Sehun. Sehun membelikannya es krim stoberi. Kedua orangtuanya tersenyum pada Jiyoung. “Jing Jing! Jangan berisik!” Sulli memberinya sebuah boneka. “Aku bukan anak kecil!” kata Jiyoung melihat dirinya disuapi Sehun. “Gadis tolol itu!” sosok Jung Krystal yang kini muncul. “Jangan menangis Jing.” Tao menghapus airmatanya. “Kang Jiyoung, kau sudah makan?” Kai tersenyum padanya. “Apa yang kalian lakukan? Aku bukan anak kecil!”

                Jiyoung membuka matanya dan melihat langit-langit ruangan itu, Jiyoung merasa terlalu lelah untuk bergerak. Jiyoung melihat sekeliling, Sehun duduk di dekat ranjangnya, tertidur di dekat lengan Jiyoung. Sebuah boneka teddy bear ada di pelukannya. Jiyoung menggerakkan tangannya dan membuat Sehun membuka matanya. Sehun bangkit dan melihat Jiyoung sudah membuka matanya.
                “Jing, kau sudah bangun?” Jiyoung bisa melihat mata Sehun sembab, Jiyoung mengangguk.
                “Sehun-ah, ini dimana?” tanya Jiyoung lemah. Sehun mengerutkan keningnya.
                “Ini di rumah sakit, setelah kau sembuh kita akan kembali ke apartemen.” Kata Sehun dengan sabar.
                “Kenapa kau bicara seakan aku ini anak umur 6 tahun?” Sehun tercengang, dari nada bicaranya dan kalimat yang dia dengar barusan, ini bukan Jiyoung kecil yang terperangkap di usia 23 tahun. Ini Jiyoung yang sudah lama Sehun rindukan.
                “Jing? Kau tidak sedang bercanda kan?” Sehun menatapnya tak percaya, Jiyoung mengerutkan keningnya tidak mengerti. Sehun memeluknya, memeluknya sangat erat, pelukan yang Jiyoung rindukan.

                “Kedatangan appamu itu membuat syarafnya mengingat masalalu. Jiyoung sangat trauma dengan appamu, tanpa disangka dia datang dan ternyata malah membuat Jiyoung mengingat semuanya dan tersadar.”
                “Aku selalu percaya Kang Jiyoung akan sembuh, dia sebenarnya gadis yang kuat. Mentalnya terguncang, tapi ada sesuatu yang membuatku yakin itu hanya sementara. Dan aku selalu bilang, itu waktunya mentalmu yang di pertanyakan. Apa kau mampu bertahan dengan Jiyoung.”  Kalimat dokter Chang masih Sehun dengar dengan jelas.
                Jadi sore itu appa Sehun secara diam-diam mencari Jiyoung. Krystal yang memberitahu bahwa Jiyoung sedang di rumah sakit saat appa Sehun mencari Sehun di kantor. Appanya di vonis hukuman mati karena perbuatannya membunuh orangtua Jiyoung. Appanya ingin minta maaf pada Jiyoung dan berharap Jiyoung tetap bersama Sehun. Appanya ingin memastikan anaknya bisa hidup bahagia bersama Jiyoung. Appa Sehun sangat kaget melihat keadaan Jiyoung waktu itu, dan tidak menyangka Jiyoung mulai berteriak ketika bertemu dengannya.
                Appa Sehun sangat menyesal, dia membunuh orangtua Jiyoung hanya karena masalah bisnis. Meskipun tidak mendapat jawaban waktu itu, setidaknya appa Sehun minta maaf pada Jioyung sebelum dia di hukum mati.
***
                “Sehun-ah! Cepat bangun, kau tidak ke kantor?” Jiyoung membangunkan Sehun yang masih menggeliat di ranjangnya.
                “Aku sudah menyiapkan air panas, cepat bangun! Kau bisa terlambat!” Jiyoung menarik Sehun, dengan malas Sehun bangkit dan menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi, dia melihat kemaja dan jas sudah di siapkan Jiyoung. Sehun tersenyum, selama dua tahun terakhir dia yang harus merawat Jiyoung dan menyiapkan segala sesuatu Jiyoung. Tapi sekarang.....
                “Hei jangan terlalu lama, sarapan sudah siap!” Jiyoung menyadarkan Sehun yang menatap pantulan dirinya di cermin. Sehun keluar menuju meja makan, melihat segelas susu dan sandwich sudah siap disana.
                “Apa rencanamu hari ini Jing?” teriak Sehun sambil menyantap sarapannya.
                “Aku menemani Sulli ke dokter, kau tau sudah waktunya si kecil lahir.” Jiyoung keluar dari kamar Sehun, membawa dasi dan menghampirinya.  “Hadap sini!” Sehun menghadap Jiyoung sambil tersenyum, Jiyoung memasangkan dasi Sehun.
                “Kenapa kau cantik sekali Jing?” tanya Sehun seraya terkikik.
                “Jadi selama ini kau tidak tau?” Jiyoung meniup poninya, Sehun hanya tertawa melihatnya. Sehun sudah menghabiskan sarapannya.
                “Jing, aku berangkat!” Sehun memasang sepatunya, Jiyoung menghampirinya dan membantu Sehun memakai jas yang dia bawa dari kamar.
                “Hati-hati di jalan Sehun-ah!” Jiyoung jinjit untuk bisa mengecup pipi Sehun.
                “Ah demi Tuhan, aku tidak ingin berangkat ke kantor Jing!” Sehun membuang nafas berat, Jiyoung mendorongnya sampai depan pintu.
                “Selamat bekerja Hun, hati-hati di jalan.” Jiyoung melambai, melihat Sehun sampai akhirnya dia hilang di telan lift.
***
                “Kau lihat kan tadi, bayi Sulli sangat lucu dan cantik.” Jiyoung tidak berhenti memuji bayi Sulli yang baru lahir dari rumah sakit sampai mereka tiba di apartemen.
                “Ya ya ya, aku melihatnya Jing.” Jawab Sehun seadanya. Jiyoung segera menyiapkan air hangat untuk Sehun.
                “Cepat kau sekarang yang mandi!” perintah Sehun ketika dia keluar dari kamar mandi, mengeringkan rambutnya dengan handuk. Jiyoung pergi mandi tanpa berkomentar, Sehun memilih untuk menonton TV seraya merebahkan tubuhnya di sofa.
                Sehun melihat Jiyoung keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk panjang. Jiyoung terlihat tergesa dengan langkahnya dan segera masuk kamar.
                “Jangan berpikiran kotor OH SEHUN!!!” teriaknya dari dalam kamar.
                “HAHA, kau selalu bernyanyi ketika kau mandi Jing. Kenapa sekarang tidak?” goda Sehun.
                “Jangan mulai lagi, kau mau merawatku lagi? Apa kau yakin tidak membawaku ke panti asuhan?” jawab Jiyoung dari kamar, Sehun diam tak berkomentar. Meskipun Jiyoung tak pernah mempermasalahkan itu, tapi tetap saja Sehun merasa bersalah. Jiyoung keluar sambil mengeringkan rambutnya, tanpa melihat Sehun dia menuju dapur dan mengambil jus jeruk untuknya dan untuk Sehun.
                “Ehm, kenapa diam?” Jiyoung menyerahkan segelas jus jeruk dan duduk di samping Sehun.
                “Aku tau aku salah, maafkan aku!” kata Sehun serius, tapi Jiyoung tersenyum.
                “Aku hanya bercanda Hun. Aku tidak pernah mempermasalahkan itu, aku memaafkanmu.” Kata Jiyoung menatap Sehun yang menekuk wajahnya.
                “Tapi tetap saka aku salah Jing.”
                “Tapi pada akhirnya kau tidak benar-benar meninggalkanku kan? Terimakasih sudah merawatku selama dua tahun, aku tau itu sangat merepotkan. Aku minta maaf dan terima kasih.” Jiyoung menyandarkan dirinya pada Sehun. Selama beberapa menit keduanya menikmati acara TV, sampai akhirnya Jiyoung bicara lagi.
                “Hun-ah, kau tau kan kamarku itu sangat kekanak-kanakan. Kita ganti dekornya ya.”
                “Apa? Aku mengeluarkan banyak uang untuk mendekor kamar princess seperti itu. Kau sendiri dulu yang minta.” Kata Sehun membuat Jiyoung mengerutkan keningnya.
                “Kau tau sendiri bagaimana aku waktu itu. Ayolah Hun, ganti lagi dekornya ya...” pinta Jiyoung pada Sehun, mengguncang lengan Sehun agar menatapnya.
                “TIDAK! Mengerti?” Sehun menatapnya dan bicara mantap.
                “Kenapa kau menyebalkan seperti ini!” Jiyoung melempar tangan Sehun yang sedari tadi dia pegang.
                “Tidak perlu mengganti dekor kamarmu, kita hanya perlu membeli ranjang yang lebh besar untuk kamarku!” kata Sehun mantap, Jiyoung makin yakin sekarang Sehun sudah tidak waras.
                “Untuk apa? Kau sudah gila?”
                “Oh, apa kita harus menetapkan tanggal dulu? Atau kau ingin apartemen yang lebih besar?” Sehun menatap Jiyoung dengan bangga, ada senyum jahil disana.
                “Apa yang kau bicarakan?!” Jiyoung memukul Sehun pelan.
                “Apa kau tidak iri pada Sulli? Kau bilang bayinya sangat lucu tadi? Kau tidak ingin segera memilikinya?” Sehun menatap Jiyoung dengan seringai jahil. Jiyoung langsung memukuli Sehun yang hanya terbahak. “Sakit Jing!!” protes Sehun.
                “Aku tidak peduli! Aku harus membawamu ke rumah sakit dan meminta dokter memeriksa otakmu!!!” Jiyoung tidak berhenti memukulnya. Dengan gerakan cepat Sehun menahan kedua tangan Jiyoung, Jiyoung tidak bisa bergerak sekarang. Tentu saja Sehun lebih kuat!
                “Bagaimana? Kita akan segera menetapkan tanggal dan menyiapkan semuanya?” Sehun bertanya masih tetap menahan kedua tangan Jiyoung. Jiyoung hanya diam, tapi wajahnya sudah memerah sekarang. “Ah aku tau jawaban itu!” Sehun tersenyum padanya, kemudian dia mendekatkan wajahnya pada Jiyoung. Bibir mereka bertemu, Jiyoung yakin, Sehun tidak akan meninggalkannya untuk kedua kalinya.

                “Apa? Kalian harus menungguku untuk punya pacar! Jing, dulu aku selalu membantumu, sekarang kenalkan aku pada teman-temanmu!” protes Kai.
                “Jadi kalian ingin kami yang mencari gedungnya?” tanya Tao, Sehun dan Jiyoung mengangguk.
                “Sulli? Apa yang dilakukan Sulli?” tanya Kai.
                “Dia yang membantu mencari gaunnya.” Jawab Sehun santai.
                “Ternyata kalian berdua bukan temanku! Jing!!! Kenalkan aku pada temanmu!!!”
                “Kau ingin yang seperti apa Kai?” tanya Jiyoung.
                “Yang sexy, cantik, kaya, sehingga Kai tidak perlu bekerja lagi.” Jawab Tao membuat semua tertawa.
                “Kau cocok dengan Krystal!” sahut Sehun, Kai membuat gerakan ingin muntah.
                “Krystal sudah menghilang sekarang. Tidak ada yang tau dia dimana, dan aku tidak suka yang seperti dia.” Jawab kai.
                “Lalu yang seperti apa?” tanya Jiyoung dengan sabar.
                “Yang sepertimu Jing!” Tao tersedak, Jiyoung menatap Kai tak percaya, Sehun menatap Kai dengan tajam siap membunuh sahabatnya itu.
                “Jangan marah Hun, aku hanya bercanda.” Kata Kai segera dan memperlihatkan cengiran paling tolol yang pernah Jiyoung lihat.

END~

Author's Note: Aigoo, maaf karena last partnya panjaaaaaang bener. Tapi gimana endingnya? Pada suka gak reader??? Semoga kalian suka dan keep love Jiyoung ya!! ^^
Udah pengennya konsen ending di Sehun Jiyoung, tapi kalo ga nyeritain yg lain jadinya ada yg kurang. Tapi beginilah jadinya ending, hehe. Jangan lupa comment dan tunggu ff yang lain ya...

Komentar

  1. Waaaaaaaaa,,,,,, >.<
    Akhiirnya happy ending.
    Sediih bgt wkt Sehun bawa Jing ke panti asuhan.
    Pasti disuruh sm Krystal tuuh!!! Arrrggghhh,,,,
    Tp g apapa, yg penting Jing udh sembuh n balik ky dulu lg.
    Nice ff authoorniiiim,,,, ^^
    Ditunggu ff Jiyoung/Exo pairing selanjutnyaaaa yaaa.... :D
    SEMANGAAAAATTTT!!! ^^9

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih... ^^
      Iya di tunggu ya ff lainnya. Semangat!! ^^

      Hapus
    2. DongheeCuterrebellion10 Februari 2014 pukul 07.13

      Demi apa baca part ini sampe nangis pas bagian jing manggil sehun yg ninggalinya di panti,
      jjahhhaàaaaaat

      Hapus
    3. ^________^ Pas nulis part itu aku juga kebawa emosi eonn.
      Tapi happy ending kaaan....

      Hapus
  2. Demi apapun author-nim keren paraaaahhhhhhhhhhh!!!dari yang namanya bingung,takut,sedih,ganyangka,seneng,shock dan sgala macem semuanyaaaa nyampurr....krystal minta dicipok tatak emg kesel aku wkwk aku kira ujungnya kai bakal ama jing akhirnya wkwk ternyataaa.....stay dengan sehun. Hoaaaaaaaa ga nyangka ternyata appanya sehun slama ini yg bkin jing kaya gt ...btw,lanjutkan ff yg lain dan aku nunggu ff destiny nih wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kya!!! Terimakasih...
      Krystal nyebelin ya? hehe.. Oke oke, di tunggu aja fanfic lainnya. Masih proses semua, masih bingung juga mana dulu yg bakal di post.
      Oke tunggu Destiny nya ya....

      Hapus
  3. waahh ending yang daebak banget.. akhirnya jiyoung sembuh juga. sempet ill feel juga sih sama sehun yang ninggalin jiyoung di panti asuhan gitu. oke, mungkin karena hasutan krystal juga sama tuntutan profesi. #haha
    tapi finally mereka bias bersatu lagu dengan keadaan jiyoung yang udah sembuh. yehet!
    daebak author, keren.. ditunggu ff selanjutnya ya.. an nyeong.. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih...
      Sehun dan Jiyoung bersatu kok..
      iya di tunggu ya fanfic selanjutnya...

      Hapus
  4. Ohmygod.... I experienced so many emotions while reading this story. And I cried too. So beautifully-written. You captured every emotion the characters were feeling and put them so beautifully into words. I love it.
    I loved the parts where Sehun patiently speaks to the child-Jiyoung. You managed to make him sound as if he was indeed speaking to a child.
    I was so amazed at your creativity as well. Brilliant! The twists and turns the story has were cleverly executed to make it a wonderful read.
    Because it is a SehunJing fic, I was happy reading it, but there were times when I almost wanted KaiJing to happen. XD How Kai and Tao entertained child-Jing was cute to. So adorable.
    Again, I applaud you, author. Good job.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you thank you thank you Bibi.... :')

      Hapus
  5. Aaaaahhh campur aduk rasanya abis baca ni fanfic, gemes sama tingkah laku jing, sedih n sebel waktu hunny ninggalin jing di panti asuhan. Tapi legaaaaa akhirnya mereka hidup bahagia di akhir cerita kayak dongeng yg diceritain Hunny ke jing di part1. Author daebaaakk!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih ya... Iya, author udah nyiapin ini happy ending meski rada sedih di awal.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

[REVIEW] TEORI BTS RUN MV - PART 1

Dengan ini saya memutuskan untuk mereview MV RUN BTS, yang memang dirasa cukup menggangu kehidupan sehari-hari dan dikhawatirkan dapat menyebabkan kerusakan otak bila tidak segera ditangani oleh spesialis kejiwaan. Dengan ini saya resmi menyatakan review MV BTS DIMULAI! MV RUN BTS ini dibuka oleh V yang berdiri di suatu tempat, gelap hitam, dengan tema mirror yang pas V jatuh ke belakang tiba-tiba jadi air.    Byaaarrrr!!! Air! Itu V berdiri di air? Itu tempat apa? Itu mimpi? Eh tunggu, air! Iya AIR! Inget dong di prologue, si V terjun ke laut setelah usap ingus. Iya bener, jadi ini ada hubungannya? Bisa jadi, cuma yang di MV kaya lebih dari sudut pandang orang sakau gitu. Gak jelas itu tempat apa. Mungkin itu delulu atau semacam bayangan seseorang yang lagi coba bunuh diri terjun ke air. Mau gak mau pasti mikir pembukaan MV ini kelanjutan dari prologue yang notabene V main terjun-terjun aja k

BTS (Bangtan Boys) GOES KKN

BTS GOES KKN Cast: BTS member Genre: Humor, friendship, family Lenght: Chapter Summary: Dapatkah kita merindukan masa-masa KKN (Kuliah Kerja Nyata) ??? Jungkook's Love Story Jungkook - IU “HEH KOOKIE BAWAIN BERASNYA!” Jimin teriak-teriak, Jungkook yang lagi enak-enak liatin rak permen jadi langsung jalan aja nyamperin Jimin. Sumpah sekarang Jimin kaya mak-mak, teriak-teriak merintah-merintah seenaknya. Tapi Jungkook gak masalah sih, Jimin punya banyak duit soalnya. “Opo maneh mas?” Jungkook nyamperin, Jimin ngasi isyarat biar Jungkook angkat karung berasnya. “Ayo buruan rek, bunda ku wes nyari’i aku terus iki.” Taehyung yang bilang. “Nanti tak anter pulang kok Tae, sante ae wes lah. Nanti aku yang ngomong sama bundamu.” Kata Jimin sante. Mereka belanja hampir dua jam. Mulai dari belanja bahan makanan pokok, sampe keperluan buat anak SD dan sebagainya. Belanjaan mereka jadi berkardus-kardus, Jimin sampe pusing liatnya soalnya barang-barang ini bakal ditaruh

[FANFIC] Time Machine Chap 4 [END]

 Akhirnya selesai juga.... Happy read all.. :D Bagi yang belum baca Chapter sebelumnya... Ini Link nya: http://risaeverlastingfriends.blogspot.com/2013/10/fanfic-time-machine-chapter-1.html http://risaeverlastingfriends.blogspot.com/2013/10/fanfic-time-machine-chapter-2.html http://risaeverlastingfriends.blogspot.com/2013/11/fanfic-time-machine-chapter-3.html                 “Dia terus menangis memikirkanmu.”                 “Kau tau, dia sangat menyukaimu.”                 “Aku harap kau tak mebuatnya kecewa.”                 “Tapi kedatanganmu kesini adalah kesalahan besar.”                 “Dia sudah bilang, dia ingin ikut denganmu ke masa depan.”                 “Satu Oh Sehun, tujuanmu kesini untuk melindunginya. Bukan membuatnya menjadi debu.”                 Perkataan Jongin terus berputar di otak Sehun. Dia sudah tau, seakrang waktu yang tepat untuk pergi. Jiyoung harus tetap disana untuk hidup. Sehun tak ingin lagi menjadi masalah